Iwanbanaran.com – Bro dan sis sekalian….IWB dan segenap media Otomotif kemarin diundang oleh Dr. Ing Tri Yuswidjajanto, dosen sekaligus peneliti dari Institut Teknologi Bandung jebolan teknik mesin Jerman untuk diskusi ringan tentang permesinan. Dalam pertemuan yang sangat singkat tersebut…..sosok yang sudah mengabdi diITB sejak tahun 1987 tersebut mengungkapkan fakta menarik tentang pergeseran era yang sudah meninggalkan mesin 2 tak. Selain itu….habit dan juga kebiasaan yang salah patut menjadi perhatian kita semua. Apa aja kira-kira??….
Pihak ITB mengaku cukup tertarik melakukan penelitian dengan tujuan menggali fakta…kenapa konsumen sering tidak mendapatkan angka keiritan seperti yang diklaim oleh pabrikan??. Kasus hukum konsumen dan pabrikan besar roda empat adalah salah satu contoh yang sempat mencuat kepermukaan. Dimana yang salah??. Apakah konsumen dalam posisi yang benar atau sebaliknya?. Disanalah background bermula untuk melakukan pengetesan dilapangan….
Sebagai informasi Dalam standart emisi Euro 2 ada siklus pengujian yang disebut sebagai EC R40. Pengujian dalam laboratorium dengan metode buka dan tutup gas diatur oleh grafik yang sudah dipatok. Sangat ketat sebab tidak boleh kurang ataupun lebih. Ibaratnya kudu mengikuti rel yang sudah disediakan. Metode ini sangat sulit dan hanya bisa dilakukan oleh rider terlatih. Dari sana akan dihitung output emisi meliputi CO, HC, NOX, CO2. Makin tinggi hasil emisi, otomatis BBM yang dibakar makin banyak….
Sebaliknya uji emisi rendah….biasanya komsumsi BBM lebih irit karena pembakaran bagus. Bisa dilihat dari indikasi hasil kadar CO2 yang tinggi pula. Dari situ bisa dihitung berapa komsumsi BBM yang dihabiskan oleh sikendaraan. Data inilah yang sering digunakan dan diinformasikan pabrikan kepada konsumen. Terus kenapa angka tersebut sering tidak tercapai oleh biker??. Nah…disinilah yang menarik karena ITB berusaha menggali dilapangan testing melibatkan 7 orang rider dengan berbagai merk motor berbeda…
Melakukan road test untuk didata konsumsi BBMnya dengan kecepatan semaunya….motor cenderung boros dan ngedrop jauh dari EC R40. Efiensi bahan bakar bisa dicapai setelah rider ditraining mengatur bukaan gas secara halus dan konstan. Walau sudah jauh lebih baik…..keiritan belum optimal saat menjelajah dibawah 30km/jam. Speed akhirnya ditingkatkan dan hasilnya pada kecepatan 40km/jam keiritan terdongkrak hingga 100%. Performa ini terus terjaga hingga speed 60km/jam namun kembali ngedrop saat motor dipacu konstan pada zona diatas 60km/jam. Dan ini terjadi hampir pada seluruh merk motor yang mereka tes. Kesimpulannya??…
Komsumsi BBM motor paling irit direntang kecepatan 40-60 km/jam. Rentang speed tersebut bukannya mutlak sebab bisa dirombak dengan menggeser engine mapping. Namun secara standart…mayoritas pabrikan memilih kecepatan diatas sebagai zona eco riding. Engineering menyesuaikan kondisi jalanan Indonesia. Dan disinilah konsumen sering salah kaprah. Ketika pabrikan mengukur BBM dari hasil ukur emisi gas buang atau karbon balance….masyarakat pada umumnya biasa menggunakan metode full to full……kemudian gaya betot semaunya….macet, banjir, rem dadakan…baru refill dan ukur. Tentu saja hasil akan beda dari klaim pabrikan. Dengan hambatan dijalanan…Sulit mendapatkan kecepatan jelajah ideal yang membuat motor cenderung boros….
Tidak ada rekayasa dalam hasil uji ECE R40 sebab dari uji karbon balance memang bisa dikalkulasi komsumsi BBM. Jadi jika ada konsumen menuduh pabrikan melakukan pembohongan bisa dipastikan tidak benar. Namun angka ECE R40 nyaris sulit dan hampir tidak mungkin dicapai dalam berkendara sehari-hari. Hambatan dan kendala dilapangan menjadi biang semua terjadi. Pak Yuswidjajanto juga menggaris bawahi….era sekarang tidak ada satu merkpun yang keiritannya mencolok mengungguli merk lain. Menggunakan sistem yang sama yakni menganut 4 stroke engine…hasil nyaris identik. Kondisi ini berbeda pada era 1990an dimana beberapa pabrikan memilih engine 2 tak untuk dipasarkan…..
Last...seperti yang diungkapkan pak Yus, ITB melakukan hasil uji secara profesional tanpa tendensi apapun kecuali memberikan pencerahan bersama-sama supaya kasus hukum antara konsumen dan pabrikan tidak perlu terjadi jika customer sudah tahu dengan gamblang term conditionnya. Dan jika pada testing terlampir ada pabrikan yang diuntungkan atau dirugikan…itu bukan kemauan mereka. Btw…..mumpung ketemu pakar dan ahlinya, kedepan IWB akan bahas tentang fase break-in atau inreyen, kepercayaan mengisi bensin malam hari lebih bagus, serta kondisi BBM basi dsb. Lulusan Jerman kangbro…opo ora juozz kuwi. Ditunggu yak, lumayan buat nambah ilmu ki …..(iwb)
Leave a comment