Terima kasih Santolo……..

IMG_8388Rutinitas selama ujian akhir semester cukup menjenuhkan dan saat ujian berakhir tercetus kembali ide untuk mengaspal bersama teman-teman yang seperti biasa mengiringi perjalanan saya. Hanya butuh 3 hari untuk rembukan mengenai Santolo (sebuah pantai 147 kilometer dari Bandung) dan semuanya setuju. Sehabis jumatan semua berkumpul di kampus dan direncanakan pukul 4 sore berangkat namun seperti biasa kendala menghampiri sehingga molor hingga pukul 7 malam rombongan berpindah meeting point ke rumah taufan ( sang rider yang pake Thunder 250 )…..

Tiba di rumah Taufan dan kebetulan orang tua nya akan berangkat ke cirebon malam itu. Sambil santap malam dan ngobrol dengan ayahnya Taufan cukup mengagetkan ketika beliau bercerita kisah nya saat seumuran kita beliau pun touring kesana dengan menggunakan CB 125. Tapi sayang ditengah perjalanan beliau mengalami kecelakaan namun alhamdulillah nya masih selamat dari kecelakaan tersebut hingga terbesit satu quote yang selalu terngiang di benak saya. ‘ jangan sehabis touring, touring yang ini jadi touring terakhir dan Cuma bisa dikenang, hati-hati selalu dijalan’ begitu lah ucapan beliau yang bagi saya kalimat itu cukup mengena.

Tidak lama kemudian datang mugni bersama kakaknya dan wow kejutan. Mugni dan kakaknya berangkat menggunakan CB100 yang baru beres dari bengkel. Awalnya sedikit underestimate tetapi ketika lirik blok mesin nahloh. Engine Tiger-Revo sudah tercangkok dengan rapih disana. Wah bakal asik nih perjalanan malam ini. Perut sudah keisi, semangat makin meninggi, setelah pamitan kami pun berangkat…

Perjalanan kali ini sebenarnya diikuti banyak orang namun rombongan terbagi menjadi dua. Keberangkatan pertama yaitu kami dengan formasi yang agak berbeda saat ke Ujung Genteng, Thunder 250 tetap didepan, diikuti Tiger, FU, duo CB, si mantan (Byson), dan CBR250. Sedangkan keberangkatan besok subuhnya ada 2 mobil yang beriringan menuju kesana.

Kemacetan di bypass Soekarno-Hatta bandung menghiasi awal perjalanan kami dan berhenti di pombensin seberang polda Jabar. Setelah persiapan BBM selesai semuanya kembali berangkat. Arloji menunjukkan pukul 8.30 malam saat kami take-off dari pombensin. Jalur Cibiru Jatinangor yang masih agak macet kami lewati dengan santai. Masuk ke Cileunyi formasi pun agak berubah. Saya paling belakang apa boleh dikata ability mesin si byson memang tidak setangguh motor lain yang ikut.

Jalur Cileunyi merupakan jalur yang lurus diikuti lebar memadai dan aspal yang baik saat itu. Kondisi lengang mendukung semuanya betot gas sedalam mungkin. Dari belakang terlihat duo CB nempel tiger dengan antengnya dan CBR250 melesat jauh di depan. Saya akhirnya hanya berdua dengan Thunder 250 di belakang. Kali ini thunder 250 ditunggangi oleh taufan membonceng teman kami yang cukup unik sebut saja soni. Sekedar ilustrasi teman kami soni ini dia seumuran kami namun gesture dan gaya bicara nya seperti dosen berumur 40an. Orangnya kalem, konservatif, seleranya klasik dan yang pasti konyol. Entah angin apa dia ingin ikut rombongan motor saat malam itu….

IMG_8219Cileunyi Rancaekek pun terlewati. Memasuki Nagreg saya mulai unjuk gigi dengan melibas tiap tikungan dengan cukup lihai. Perlahan rombongan kembali merapat dan posisi saya ada di belakang thunder250. Jalur berkelok khas Nagreg pun kami lewati dengan rapih dan cepat hingga saya kaget tiba-tiba kami sudah tiba di Cipanas Garut. Kecepatanpun melambat seiring kami memasuki daerah perkotaan. Beberapa menit kemudian kami tiba di satu pertigaan tidak jauh dari Cipanas Garut.

Dengan jelas dipenunjuk jalan terpampang Bayongbong Samarang Santolo belok kiri. Yup, perjalanan masih cukup panjang dalam benak saya. Kecepatan stay di angka 50an km/jam karena aspal tidak semulus di jalur Nagreg dan Cileunyi. Hanya ruko ruko dan pemukiman tersaji di kiri kanan kami. Udara dingin mulai agak terasa karena sebelumnya kami melewati daerah industri dan padat lalulintas yang cukup panas. Kecepatan meningkat seiring kondisi aspal yang membaik. Jalur mulai agak berkelok namun kewaspadaan masih harus tinggi karena pemukiman yang kami lewati malam itu cukup banyak aktifitas..

Rombongan menepi pada satu titik. Awalnya saya tidak tahu itu derah mana. Taufan menyulut rokoknya diikuti teman teman yang lain. Saya pun membakar rokok karena udara semakin semakin dingin dan mulai memperhatikan sekitar. Pantes aja dingin, kiri kanan kebun teh ternyata. Mengindikasikan bahwa kami berada di dataran yang cukup tinggi dan ya! Tebakan saya tepat ketika ada plang bertuliskan selamat datang di perkebunan teh PTPN Cikajang. Ooohh jadi ini cikajang. Daerah yang selama ini hanya saya ketahui dari tulisan trayek minibus di Bandung haha. Setelah rokok habis semua bersiap-siap.

Gilang teman saya yang numpak CBR250 tiba-tiba mengeluarkan lagi jaket dari tas nya dan merangkap langsung membalut tubuhnya yang awalnya sudah berjaket. Dia memang tidak merokok sehingga saya menyimpulkan wajar jika dia kedingingan di banding kita yang merokok. Akan tetapi Taufan pun mengeluarkan rompi tebal yang ia pakai bersamaan dengan jaketnya. Waduh, kayanya ada yang ga bener nih. Taufan pun berucap “Yan kade siah tiris di hareup mah urang moal mungkin ereun deui” (opooo iki…ora mudeng :mrgreen: red) saya agak berpikir kayanya emang mereka aja yang kedinginan. Mugni yang sibuk ngecek kondisi si CB kembali bersiap namun kakaknya membuat saya kembali bertanya. Hhmmm raut wajahnya sedikit cemas. Saya beranggapan mungkin karena motornya. Jadi saya dan gilang menyimpulkan untuk selalu stay di belakang sambil assist lampu juga karena duo CB emg kondisi lampunya kurang maksimal.

Santolo2Pukul 10 malam kami melanjutkan perjalanan. Hawa dingin semakin menusuk leher dan muka. Jalur berkelok kembali kami temui dengan kondisi aspal yang jauh lebih baik daripada di Nagreg. Saat feeling mulai dapat dan kecepatan mulai konstan, saya dikagetkan dengan jarak pandang yang tanpa pemberitahuan sebelumnya menyempit. Bagai masuk ke dinding kabut yang tebal jarak pandang hanya berkisar 3 meter. Entah berapa suhu pada saat itu yang pasti saya menyesali tidak memakai lagi jaket seperti kata Taufan tadi. Cemas secemasnya jujur saya cukup paranoid saat itu.

Sebelah kanan tebing terjal dan saya sangat yakin sebelah kiri jurang yang dalam walaupun nggak keliatan karena kabut. Tidak ada mobil atau motor lain yang melewati jalur itu baik searah ataupun berlawanan arah selain kami. Speedometer menunjukan angka 30km/jam di jalan yang sangat kosong namun jarak pandang sangat terbatas tidak lebih dari 3 meter di depan. Ini kabut atau… atau apa ya. Semakin tidak tenang hingga akhirnya saya merasa berada di puncak pegunungan. Jalur mulai agak mendatar setelah sebelumnya berkelok dan menanjak. Angin cukup kencang dan udara semakin dingin. Kami tertahan pada kecepatan itu dan hal yang bodoh jika kami ketakutan lalu tancap gas dengan kondisi demikian.

Kontur jalan mulai menurun. Tetap berkelok dan semakin menurun. Tak lama berselang pandangan kembali normal seperti menembus tembok kabut yang awal saya katakan. Awalnya ingin liat ke spion yang kami lewati itu kabut atau apa namun nyali saya ga cukup. Hahahaa.

Semuanya langsung tancap gas dan menikmati kelokan indah yang tersaji didepan. Inilah jalur yang dijanjikan banyak orang ketika melewati rute menuju santolo. Kondisi aspal sangat sangat baik dan marka jalannya jelas. Babat habis tiap tikungan, saya sempat mencatat rekor dengan menyentuh 74 km/jam sambil menikung. Wuiihh angka yang buat saya pribadi bangga haha. Jalur pegunungan masih terasa karena tebing dan jurang masih sering kami jumpai. Sepintas jalur ini mirip Puncak namun kondisinya jauh lebih baik dan lengang. Tidak ada lagi pemukiman kami jumpai. Hanya tinggal gubuk kecil gelap yang kami lewati.

Kisah unik terjadi lagi saat memasuki jalur yang ditengah hutan. Gelap gulita tanpa lampu penerangan jalan sama sekali. Hanya headlamp kita masing-masing penerangan yang ada. Saya dan Gilang ( CBR 250 ) berjalan berdampingan agar si duo CB mendapat penerangan yang baik. Jalur masih berkelok dan kondisi aspal menurun tidak sebaik jalur sebelumnya. Tak lama berselang Taufan menepi di tengah gelapnya malam yang diselimuti hutan belantara. Hmm ada apa ya ketika kami agak berhenti didepan dengan agak panik, Taufan dengan nikmatnya tertawa membahana. Ternyata sang penumpang special, soni semenjak jalan berkelok tadi berkata pada Taufan kalau dirinya merasa mual dan tidak tertahankan akhirnya ia pun muntah. Seraya kami pun ikut tertawa dengan kelakuan teman kami yang satu ini. Wajar jika terjadi motion sickness atau mabuk darat saat menggunakan kendaraan roda empat namun seumur hidup baru kali ini saya melihat ada yang mabuk darat karena naik motor hahahaa.

Suasana pun cair dari yang tadi nya tegang. Taufan membantu soni mengeluarkan muntahnya seperti anak menolong orangtua yang mabuk darat. Hahhaa. Saya sempat memandang ke langit saat menepi. Subhanallah mungkin karena tidak ada polusi cahaya disini langit cerah malam itu sangat indah. Sangat berbeda dengan suasana di perkotaan. Hamparan bintang dan galaksi bimasakti pecah mengisi malam itu. Saya sangat beruntung masih bisa melihat kondisi langit malam hari seperti itu walaupun trip kali ini saya ga bawa kamera karena kamera saya titip ke rombongan mobil.

Santolo7Gelak tawa dan canda pun seketika berhenti ketika okki ( yang numpak tiger ) berteriak. ‘ ieu naon euy!? Son buru gancang utahna!!’ saut nya panik. Kami yang kebingungan pun jadi panik. Ketika okki menyorot objek didepannya dengan lampu si Tiger baru lah kepanikan kami memuncak. Seekor kambing tanpa kepala dan kaki terpotong sangat rapih dengan darah segar masih mengalir. Ditengah hutan tidak ada pemukiman namun ada hal seperti itu. What the hell is going on? Kami pun berlari ke arah motor masing masing sambil berteriak. Konyol, lucu namun menegangkan. ‘ son geus utah na lanjut di motor we!! ‘ ucap saya sambil kembali memacu si Byson. Taufan pun berteriak ‘ kalem euy kalem tungguan!!!’. Tanpa kami hiraukan semua kembali tancap gas.

Jalan agak bergelombang namun tidak kami pedulikan. Taufan kembali leading dengan sepintas terlihat wajah soni yang pucat. Hahahaa. Formasi kembali ke awal. Kecepatan cukup tinggi berkisar di 70-80an km/jam hingga kami melihat penunjuk jalan arah Santolo dan Pameungpeuk. Jembatan besar kami lewati dan ketenangan pun datang. Rumah warga mulai kami temui dan beberapa penginapan. Akhirnya setelah melewati jalur hutan belantara yang mengerikan kami tiba disini. Entah feeling atau sudah direncanakan Mugni berhenti di satu penginapan. Letak nya tepat di pertigaan seberang lapang bola. Tanpa negosiasi Mugni keluar dari penginapan saat kami masih menunggu diluar gerbang. Mukanya sumringah sambil berkata ‘ 50rb sa kamar na euy sikat we nya? ‘. Hahaa tanpa pikir panjang langsung kami parkir motor ke dalam dan beberes di kamar.

Yang mencengangkan buat saya pribadi adalah ketika melihat jam menunjukkan pukul 12 malam. Hanya 3 jam setengah waktu yang kami tempuh malam ini namun terasa sangat lama. Ketika lampu sudah mati semua dan hendak tidur tiba-tiba HP berdering. Soni mengangkat telepon dan sedikit ada perbincangan disana. Ternyata malam itu sang teman kami yang kolot ini berulangtahun yang ke 21!! Haha selamat Soni, berhubung semua sudah ngantuk anda selamat tidak kami berikan surprise malam itu.

Pagi hari saya terbangun dengan kondisi kamar kosong. Wah kemana nih anak anak. Cuci muka ambil rokok saya berjalan keluar kamar. Di seberang penginapan ada warung kopi dan tukang bubur yang mangkal pagi itu. Letaknya persis di sebelah minimarket yang mungkin hanya ada satu-satunya disana. Pemandangan terlihat jelas lapang bola di seberang hotel ternayata lapang milik PT.LAPAN. Oooohh jadi disini ternyata pusat riset lapang nya lapan. Bubur ayam jadi teman kami yang dingin pagi itu. Tersiar kabar rombongan mobil sudah berangkat dari bandung pukul 5 pagi. Beres sarapan bubur, rokok sangat nikmat pagi itu disambil nyeruput kopi. Ibu penjaga warung pun bertanya pada kami.

“Cep ti bandung nya? Bobo dimana tadi wengi?’. Saya pun menjawab ‘ oh muhun bu ti bandung, ieu bobo dipayun bu’. Ibu penjaga warung pun tersenyum ‘ oohh muhun. Kamari angkat tabuh sabaraha ti bandung? Tabuh 12 siang?’ saya kembali menjawab ‘ ti bandung angkat tabuh 8 wengi bu. Dugi didieu tabuh 12 wengi’ tiba tiba si ibu agak berteriak. ‘ cep nu bener? Tadi wengi di leweung aya nu di piceun cep’. Hmm agak bingung saya kembali bertanya ‘ naon ibu nu dipiceun?’ si ibu pun akhirnya menjawab sambil memberi penjelasan kecil. ‘ cep urang dieu mah teu aya nu wantun lewat kaditu lamun tos liwat ti tabuh 3 sore. Tadi wengi aya nu di jambret motor na dicandak, jalmi na dipiceun ditengah leweung.’ Glek.

Semua nya pun cukup terhenyak. Merasa cukup beruntung tidak terjadi apa-apa dengan kami dengan kondisi tadi malam. Santap pagi pun berakhir. Langit cerah mengundang kami untuk ke pantai. Yakk, pantai kami datang namun ada satu hal lagi yang berkesan untuk saya saat perjalan ini. Santolo sebuah pantai yang cukup indah, langit cerah, matahari terasa hangat namun jam 10 pagi air laut nya terasa seperti air kulkas. Saya tidak hiperbol tapi sungguh. Air lautnya sangat dingin. Terimakasih santolo!……(Story by Ryan for IWBspeed) Santolo6 IMG_8289 Santolo5 IMG_8168 Santolo4 Santolo3 Santolo1 SantoloSantolo8

Noted : Bagi yang nggak mudeng percakapan diatas monggo buka Google translate. Idem soale IWBspeed juga garuk-garuk kepala ki :mrgreen: . Btw great story kang Ryan. Juozzz!!

35 thoughts on “Terima kasih Santolo……..

  1. weke. .ke. .ke. . . .aku yo ra mudeng. . .santolo ki ngendy! tak kiro santolo kie kulonprogo. . .eh kuwi sentolo 😆

    Like

    1. Yang baca komentar anda bukan orang jawa saja kan?
      Maaf bukan SARA.

      Kenapa banyak yang protes ada bahasa sundanya? Tapi kalau komentar malah sering pakai bahasa jawa tak ada yang protes, hadeh.
      Ayo biasakan juga mulai sekarang nulis artikel dan nulis komentar pakai bahasa nasional, jangan pakai bahasa jawa, bahasa sunda dan bahasa daerah lain. Apalagi sering banget yang komentar pakai bahasa jawa.

      Like

  2. wah naha teu lewat ciwidey wae kang, pemandangannya bagus juga tapi lebih bagus kalo pas lewat daerah sana jam 3 sorean, udah nyampe cidaun tenggal belok kiri udah lurus aja…hehehe…just recomend

    Like

  3. aku ra mudeng, pake bahasa nasional dong kang kalo ada lagi. saya sebenarnya sangat tertarik dengan pengalaman turing tetapi sayang ada bahasa daerahnya. karena yang membaca artikel blog ini bukan hanya dari satu daerah saja jadi tolong gunakan bahasan nasional atau disertakan terjemahannya. suwun kang, sugeng dalu( terima kasih mas, selamat malam)

    Like

    1. Ayo biasakan juga mulai sekarang nulis artikel dan nulis komentar pakai bahasa nasional, jangan pakai bahasa jawa, bahasa sunda dan bahasa daerah lain. Apalagi sering banget yang komentar pakai bahasa jawa.

      Like

  4. Ayo biasakan juga mulai sekarang nulis artikel dan nulis komentar pakai bahasa nasional, jangan bahasa jawa, sunda dan bahasa daerah lain.

    Like

  5. Maaf bukan SARA.

    Diatas banyak yang protes ada bahasa sunda, tapi kalau komentar malah sering pakai bahasa jawa, hadeh.
    Ayo biasakan juga mulai sekarang nulis artikel dan nulis komentar pakai bahasa nasional, jangan pakai bahasa jawa, bahasa sunda dan bahasa daerah lain. Apalagi sering banget yang komentar pakai bahasa jawa.

    Like

  6. Maaf bukan SARA.

    Kenapa banyak yang protes ada bahasa sundanya? Tapi kalau komentar malah sering pakai bahasa jawa tak ada yang protes, hadeh.
    Ayo biasakan juga mulai sekarang nulis artikel dan nulis komentar pakai bahasa nasional, jangan pakai bahasa jawa, bahasa sunda dan bahasa daerah lain. Apalagi sering banget yang komentar pakai bahasa jawa.

    Like

  7. Maaf bukan SARA.

    Kenapa banyak yang protes ada bahasa sundanya? Tapi kalau komentar malah sering pakai bahasa jawa tak ada yang protes, hadeh.
    Ayo biasakan juga mulai sekarang nulis artikel dan nulis komentar pakai bahasa nasional, jangan pakai bahasa jawa, bahasa sunda dan bahasa daerah lain.
    Apalagi sering banget yang komentar pakai bahasa jawa, yang baca komentar bukan orang jawa saja kan?

    Like

  8. hmmm….urang wae (urang bandung) can pernah…ngan ukur sampe cikajang, tos wae dugi ka dinya.
    (ane aja blm pernah nyampe situ, cuma nyampe cikajang aja). 😀

    Like

  9. Gak ngerti jalan ceritanya, gak jelas juga, kebanyakan bhs sunda-nya wkwkwkwk jadi mirip tukang tararahu :p

    Like

Leave a comment